Friday, August 28, 2015

Unintentional Love

Jangan tanya kenapa gue nulis tentang hal ini. Tapi baca dan coba pahami. Karena gue cuma mau memanfaatkan waktu yang gue miliki semaksimal mungkin sebelum akhirnya waktu itu pergi dan tidak akan kembali lagi. Faktanya emang kaya gitu, waktu selalu berjalan (maju) tanpa bisa kita hentikan. 

Tadi malam, saat gue ga ada tujuan lagi mau kemana, akhirnya pun (selalu) ke GD (GubukDerita). Mungkin gue adalah orang yang paling ga punya kerjaan, terlalu banyak waktu kosong untuk dibuang, sampai bingung mau buang kemana lagi. Di sana ada beberapa anak-anak GD generasi penerus. Gue menyebut mereka seperti itu, karena GD yang sebenarnya saat ini telah terpecah belah. Orang-orang yang dulu sering sekali mengagungkan nama GD, menganggap kami (GD generasi awal) adalah keluarga yang tidak terpisahkan, mereka saat ini entah kemana. Tapi ada beberapa di antara kami yang masih saling berhubungan dan melakukan kegiatan bareng, entah itu nongkrong ataupun hal negatif lainnya.

Oke, kembali ke cerita tadi malam.
Di GD, gue ketemu Ninis, sepupunya Ryo, sang pemilik GD. Mulailah perbincangan kecil kami. Yang awalnya cuma sekedar basa-basi belaka sampai menyentuh bagian terdalam tubuh yang tidak terlihat. Ya, hati. Dengan gaya bicara gue yang tanpa jeda, cerewet banget, entah kenapa tiba-tiba gue

Tuesday, August 25, 2015

Sebuah Permainan: Antara Hati dan Logika

Saat ini gue berada dalam kondisi yang lumayan membingungkan. Kondisi yang buat gue cukup galau. Dan berulang kali juga, hal yang sama terjadi. Hasil dari kegalauan gue itu menjadi cukup memilukan bagi diri gue, yang mana gue uda cukup berpengalaman dalam mengatasi kondisi ini. Ironisnya, berulang kali juga gue mengulangi kesalahan yang sama.

Selalu saja gue mengalami konflik dalam diri sendiri, gue manamakan hal itu sebagai Perang. Kenapa? Karena diri gue tiba-tiba menjadi 2 sisi yang berlainan. Dan selalu saja gue menjadi lemah hanya karena seorang pria. Karena dia telah berhasil memicu perang yang terjadi dalam diri gue. Dengan sikapnya yang membingungkan itu, membuat gue kadang terlalu insecure sehingga banyak beranalisa. Gue menjadi banyak menganalisa tiap sikap yang ia tunjukkan ke gue. Jadi meminculkan pikiran-pikiran tolol yang bahkan belum tentu terjadi.

Mungkin gue terlalu jujur pada orang lain tentang apa yang gue rasakan, tentang bagaimana hati gue berjalan yang seperti itu. Mungkin gue terlalu terbuka, sehingga banyak yang mengira bahwa gue jahat terhadap cinta. Gue sinis. Padahal yang sebenarnya tidak seperti itu. Gue hanya wanita biasa