Thursday, September 17, 2015

Untung Ferry Setia

Adalah nama dari seseorang. Tapi tidak buat gue. Faktanya emang itu adalah nama dari seseorang, dengan 2 sosok yang berbeda. Secara nyata, yang terlihat jelas oleh mata hanya seorang laki-laki saja. Yang gue lihat, lebih dari sekedar seorang laki-laki.

Untung Ferry dan Ferry Setia.
Gue melihat mereka berdua dalam seorang laki-laki itu. Secara fisik, tingginya, wajahnya, badannya, mereka sangat mirip. Gimana ga mirip? Padahal kan mereka adalah satu orang. Mereka adalah orang yang sama. Tapi, mereka tidak semirip itu. Raut mukanya, Ekspresinya, sikapnya, sampai cahaya mata mereka benar-benar jauh berbeda. Mungkin cuma gue seorang yang bisa merasakan semua hal itu sedalam ini.

Ferry Setia, sosok pertama yang gue kenal. Terjadi karena sebuah insiden ketidaksengajaan. Berawal dari sebuah kebohongan di sebuah grup oleh sekelompok orang. Sampai akhirnya kebohongan itu diputuskan untuk ga dilanjutkan. Gue pun memutuskan untuk ga baper (red: bawa perasaan) atas kebohongan yang telah terjadi. Hubungan gue dengan orang-orang tsb pun cukup berjalan baik.

Karena perkenalan di grup tsb gue bisa kenal Copozz, panggilan Ferry Setia. Gue dan Copozzz mungkin lebih banyak menghabiskan waktu bersama, bertatap muka secara langsung dibandingkan
dengan orang-orang di dalam grup itu. Bisa gue bilang kalau kami selalu menyisihkan waktu untuk sekedar makan siang dan membuat perbincangan omong kosong tentang hidup.

Sampai ahirnya, saat itu gue bilang ke dia tentang ketidaknyamanan yang mulai gue rasa di dalam grup tsb. Lalu dia mengambil keputusan untuk me-kick gue dari grup itu. Karena gue punya prinsip yang terlalu kekanak-kanakan, kalau gue yang di invite ke grup itu, berarti bukan gue yang memutuskan untuk keluar dari grup itu atau engga. Intinya gue harus dikick. Karena gue mulai merasakan hawa yang uda ga terasa hangat lagi di sana, ga seperti sebelumnya.

Walaupun gue uda keluar dari grup tsb, gue dan Copozzz masih cukup sering bertemu. Lalu ada saat dimana gue mulai muak dengan semua hal yang Copozz utarakan tentang betapa menyedihkannya hidup gue.

"Nyet, plis banget gausah terus-terusan men-judge gue kaya gitu. Sadar ga sih kalau selama ini lo kaya gitu? Lo bersikap seolah lo benar-benar tau semuanya tentang gue, tentang hidup gue. Lo ga tau gue yang sebenarnya kaya gimana, jadi ga seharusnya lo kaya gitu!"

Gue menumpahkan semua kekesalan gue saat itu. Gue uda ga bisa lagi terima semua komentar sok tau-nya tentang hidup gue. Dan kami tiba-tiba memulai perang dingin yang cukup lama, mungkin saat itu adalah yang paling lama dibandingkan yang pernah terjadi. Sampai akhirnya Copozzz mulai menghubungi gue lagi dan kami bertatap muka kembali dan gue sudah mulai melupakan tentang menyebalkannya sikap dia ke gue yang sebelumnya. Seperti itulah, untuk beberapa kali kami selalu seperti itu. Bertengkar lalu berbaikan. 

Beberapa bulan yang lalu, gue menghadapi masalah yang sangat besar, yang paling besar yang pernah terjadi selama gue hidup. Masalah itu membuat gue stres, kadang depresi, pokoknya menyita hampir semua pikiran gue. Dan masalah itu juga melibatkan Copozzz, karena ketidaksengajaan lebih tepatnya. Jujur, awalnya gue mikir, "kenapa harus dia sih? Kenapa harus dia lagi?" Sadar atau engga, ada beberapa hal yang terjadi dalam hidup gue yang melibatkan Copozzz. Mungkin takdir. Naif banget sih kalau gue anggep kaya gitu, tapi emang karena takdir. Oke, gue ga mau menyalahkan Copozzz ataupun takdir. Yang lebih parah adalah gue gatau kapan masalah ini akan selesai. Yang gue tau cuma kalau masalah ini akan berlangsung lama. Telah hampir 3 bulan gue berada dalam proses menyelesaikan masalah terbesar itu. Sekali lagi, gue gatau kapan hal semenyebalkan ini akan selesai.

Saat itu gue lagi dalam proses menyelesaikan masalah itu dan tentunya ada Copozzz yang membantu di samping gue. Ada satu moment dimana jarak antara kami kurang dari sejengkal lalu muncullah dia, Untung Ferry. Saat tidak ada satupun cahaya yang menerangi, yang bisa gue lihat hanyalah tatapan dari mata dia. Matanya terlihat begitu tegas menyorot, sampai membuat gue takut. Matanya penuh dengan energi yang ga pernah gue lihat dari orang-orang yang pernah gue temui sebelumnya. Dan saat itu gue langsung tau, bahwa orang yang ada di depan gue bukanlah Ferry Setia ataupun Copozzz yang pernah gue kenal.

Untuk sesaat, pikiran gue dipenuhi dengan rasa keanehan dengan apa yang terjadi saat itu, di depan mata gue sendiri. Gue melihat orang yang gue kenal, tapi gue tau kalau itu bukan dia! Ah, terlalu pelik kalau gue tuliskan, karena semua hal yang gue alami saat itu cuma bisa dirasakan oleh hati gue. Mungkin ga akan ada satu orangpun yang akan mengerti dan percaya atas apa yang gue ceritakan.

Beberapa menit gue habiskan untuk berbincang dengan Untung Ferry. Kebingungan yang gue rasa saat itu terselip dengan sedikit ketakutan. Saat gue masih belum bisa memahami apa yang terjadi, kembalilah Ferry Setia lalu menceritakan semuanya. Semua yang terasa sangat ga masuk akal bagi gue, tapi cukup masuk akal. AH! TERLALU PELIK!

Ferry Setia mulai bercerita dan membuat gue mengerti tentang kondisi dia sejelas mungkin. Gue pun mulai menyimpulkan bahwa terdapat 2 sosok yang berbeda dalam jiwa seseorang. Tapi yang selama ini gue kenal adalah sosok ke-dua dari seorang tsb. Gue belum pernah bertemu ataupun mengenal sosok yang satunya lagi, yaitu sosok yang pertama. Karena sosok yang pertama telah lama tenggelam dan digantikan oleh sosok yang ke-dua, yaitu Ferry Setia. Cukup rumitkah? Awalnya gue berpikir demikian.

"Poz, gue takut sama lo yang satunya lagi. Gue merasa ga kenal dia, gue gatau dia siapa. Gue takut kalau dia ga baik sama gue," keluh gue ke Ferry Setia.
"Ca, dia tetap gue, kok. Cuma karakter kita aja yang beda. Mungkin kepribadian dan sifat dia berbeda jauh dari gue, karena emang karakter kita yang beda. Tapi lo harus percaya sama dia, karena dia lebih hebat dari gue. Dia juga lebih mampu buat bantu lo," Ferry Setia berusaha meyakinkan gue.

Ferry Setia kembali menghilang, lalu digantikan oleh Untung Ferry. Hari itu pun berlalu, gue melanjutkan pemikiran gue untuk memahami apa yang telah terjadi selama seharian itu. Masih terngiang jelas dalam ingatan gue bagaimana kejadian yang cukup aneh hari itu, bagaimana perubahan yang terjadi pada diri seseorang tepat dan jelas di depan kedua bola mata gue, bagaimana bisa seseorang bisa melakukan hal ga masuk akal itu semua. Gue coba terus meyakinkan diri gue bahwa hal yang seperti mimpi itu terjadi secara nyata. Sekali lagi, tepat di depan kedua bola mata gue.

Gue pun mulai berpikir dan mulai menyadari bahwa secara ga langsung gue-lah dalang di balik kejadian konyol itu. Karena gue-lah, sosok yang pertama bisa muncul kembali setelah 5 tahun terpenjara di dalam dirinya sendiri. Karena gue-lah, yang menghidupkan kembali Untung Ferry dan sekaligus menenggelamkan Ferry Setia. Saat itu, gue merasa bersalah. Gue jadi bingung sendiri, ga tau harus bersikap seperti apa dalam menanggapi perihal ini.

Tiba hari dimana gue harus bertemu dengan dia. Gue gatau siapa yang akan gue hadapi kali ini, apakah Ferry Setia alias Copozzz ataukah Untung Ferry. Gue cuma bisa mempersiapkan diri gue untuk kemungkinan kejadian yang paling buruk nantinya. Dan ternyata saat itu yang gue hadapi adalah Untung Ferry. Gue melihat sikap yang berbeda, begitu pula dengan cahaya di matanya. Tapi ada satu hal yang benar-benar sama, saat dia tertawa sangat mirip dengan Ferry Setia. Karena tawanya itulah yang membuat gue mulai yakin bahwa Untung Ferry dan Ferry Setia adalah orang yang sama.

Keyakinan gue mulai terpecahkan oleh sikap Untung Ferry. Sikapnya yang ternyata tidak sesuai dengan ekspektasi gue membuat gue mulai menimbang kembali apakah sosok ini bisa gue percaya? Seharian itu gue habiskan bersama dengannya, untuk pertama kalinya. Kekecewaan yang gue rasakan cukup menyakitkan dan buat gue marah tanpa alasan yang jelas. Tapi gue mencoba untuk meredam dan menyembunyikan hal itu darinya. Meskipun gue tau kalau dia bisa membaca semuanya, apa yang gue pikirkan di dalam kepala dan bagaimana perasaan yang berkecamuk di dalam dada.

Saat gue kembali ke rumah, gue merenungkan kembali kebimbangan hati gue tentang kepercayaan yang akan gue tanamkan pada Untung Ferry. Sampai buat gue menyadari akan rasa bersalah yang tanpa sadar gue buat pada Ferry Setia. Gue baru sadar bahwa ada satu orang yang benar-benar baik dan tulus terhadap gue. Seseorang yang tanpa pamrih menolong gue, selalu ada di waktu gue terjatuh, dan menjadi tempat semua keluh kesah atas semua ketidakadilan yang gue rasain dalam hidup. Dia adalah Ferry Setia. Dan apa balasan yang gue kasih ke dia? PENYIA-NYIAN!
Ya, ternyata selama ini gue telah menyia-nyiakan semua kebaikan yang dia kasih ke gue. Gue malah mencaci-makinya, menyalahkan dia atas semua komentar brengseknya terhadap hidup gue. Gue merasa bersalah, gue mulai mencaci-maki diri gue sendiri kenapa bisa menyia-nyiakan orang yang baik dengan gue, orang yang terlalu baik terhadap orang sejahat gue.

Untuk sesaat gue terpuruk atas penyesalan itu. Lalu gue memutuskan untuk berdiri dan mempercayakan sesuatu yang telah terjadi kepada Untung Ferry. Cukup berat ternyata menerima semua kenyataan ini, tapi gue ga bisa berhenti di tengah jalan, gue ga boleh menyerah gitu aja. Karena gue ga mau mengulang kesalahan yang sama untuk kedua kalinya, yaitu menyia-nyiakan orang yang sangat baik kepada gue. Gue berusaha menurunkan ego gue yang sangat tinggi untuk ga bersikap keras kepala.

Di hari berikutnya, gue kembali bertemu dengan Untung Ferry. Dia melihat keraguan yang ada dalam diri gue,
"Lo mau gue bantu kan, Sa? Bantulah gue juga dengan percaya sama gue. Gue ga kenal lo siapa dan kenapa gue harus bantu lo. Pas gue balik ke hidup gue, lo yang gue liat pertama kali dan gue harus bantu lo padahal itu bukan kewajiban gue. Tapi diri gue yang satu lagi!"
Gue benar-benar takut dan ga tau harus gimana. Di satu sisi, gue percaya dengan dia karena peyakinan yang dilakukan oleh Ferry Setia, tapi di sisi lain gue belum bisa percaya dengan dia karena sikapnya yang kaya gitu ke gue. Gue ragu, gue takut kecewa karena terlalu percaya dengan orang lain. Gue butuh waktu untuk meyakinkan diri gue untuk percaya sepenuhnya dengan Untung Ferry, tapi dia minta untuk melakukan hal itu saat itu juga.

Bagi gue, kepercayaan itu merupakan hal yang amat sangat berarti. Gue pernah menaruh kepercayaan kepada beberapa orang, tapi sayangnya mereka membuat gue kecewa. Karena pengalaman itulah yang buat gue mulai berhati-hati untuk kembali percaya kepada orang lain. Tapi dia, Untung Ferry, memaksa gue untuk segera percaya sepenuhnya kepadanya. Hey! Hal seberat itu ga bisa gue lakukan dalam sekejap mata!

Pada hari yang berikutnya lagi, gue uda mulai bisa hampir sepenuhnya percaya dengan Untung Ferry. Sebelum proses penyelesaian masalah dimulai, dia menawarkan gue untuk bertemu dengan Ferry Setia. Gue langsung meng-iya-kan. Dalam beberapa detik, Ferry Setia muncul di depan gue. Kali ini gue benar-benar tau kalau dia adalah dia yang gue kenal dulu. Gue menceritakan tentang kegelisahan gue dan semua sikap Untung Ferry selama beberapa waktu kami bertemu. Gue menangis di situ, semua rasa tertuang saat itu. Kebahagiaan, penyesalan, kesedihan, semua-muanya sampai gue ga bisa menahan tangis gue sendiri. Gue meminta maaf dan berterima kasih atas semua hal yang pernah dia lakukan ke gue. Entah kenapa saat itu gue merasa adalah moment terakhir gue bertemu dengan Ferry Setia. Gue menangis lagi. Sebelum dia menghilang, dia kembali meyakinkan gue, "Ca, dia tetap gue. Apa dia jahat ke lo? Gue yakin lo bisa nge-handle dia. Lo harus percaya sama dia". Sekali lagi, gue menangis. Gue memeluk dia untuk yang terakhir kalinya sebelum dia menghilang.

Untung Ferry kembali mengambil kesadaran. Gue mulai mencoba untuk memulai semuanya dari awal. Mencoba untuk berkenalan kembali dengannya, meskipun sebenarnya gue pernah mengenalnya. Tapi kali ini, gue harus benar-benar mulai dari awal lagi untuk mengenal sosok yang berbeda dari yang pernah gue kenal sebelumnya. Gue mencoba lagi untuk menurunkan ego gue, membangun kepercayaan dalam sekejap mata, tidak lagi berpikiran bahwa Untung Ferry dan Ferry Setia adalah orang yang sama. Kadang gue berpikir apa yang terjadi saat ini pada gue sangat lucu. Bagaimana bisa gue melihat seorang manusia benar-benar memiliki beberapa kepribadian yang berbeda dalam dirinya? Yang lebih bego adalah kadang gue masih anggap itu adalah mimpi dan berharap untuk segera terbangun. Shame on me!

Malam itu, saat perbincangan yang benar-benar serius antara gue dan Untung Ferry terjadi, gue mulai berpikir banyak hal. Apa orang ini akan baik ke gue? Faktanya selama beberapa hari gue ketemu dan mengenal dia, gue belum merasakan ada tindakan yang jahat ke gue. Tapi bukan berarti gue bisa percaya sepenuhnya sama dia secepat itu. Ditambah dengan rasa insecure yang terlalu dalam buat gue makin bimbang. Gue mau untuk percaya sepenuhnya dengan dia, tapi apa dia bisa menjaga kepercayaan gue?

Satu hal yang gue tau saat malam itu adalah ternyata gue ga bisa menganggap Untung Ferry sebagai Ferry Setia yang pernah gue kenal dulu. Yang gue lihat di depan mata gue saat itu adalah gue emang berhadapan dengan orang yang benar-benar berbeda 180 derajat. Karena kepribadian yang saling bersebrangan itulah yang membuat gue ragu. Kadang sempat terbesit dalam benak gue, "gue harus gimana poz? Apa gue bisa bergantung pada orang ini? Apa gue bisa percaya sepenuhnya dengan orang ini?" Lalu gue teringat bahwa Copozzz yang pernah gue kenal tidak akan pernah ada lagi, dia tidak akan pernah muncul lagi seperti sebelumnya. Ya walaupun sebenarnya cuma gue yang bisa memunculkan dia kembali, tapi Untung Ferry pasti ga akan membiarkan gue untuk melakukan kebodohan itu. Terima kasih, gue makin bimbang. Akhirnya gue cuma bisa bertanya pada diri sendiri.

Gue menatap Untung Ferry lebih dalam, mulai mencari titik dalam dirinya yang bisa gue percayai. Saat pencarian itulah, tiba-tiba gue merasa bahwa orang ini bisa gue percaya sepenuhnya. Orang ini bisa jadi tempat gue bergantung, bisa jadi tempat untuk gue bercerita. Gue merasa bahwa rasa kepercayaan itu mulai tumbuh. Ada satu sisi dari diri gue yang sangat yakin bahwa orang itu ga akan mengecewakan gue, ga akan menyia-nyiakan kepercayaan gue. Dan tiba-tiba gue memandang dia seperti dia. Dia adalah Untung Ferry. Pikiran dan hati gue sepenuhnya memandang dia seperti itu. Hati gue meruntuhkan logika konyol gue atas semua rasa insecure dan keraguan yang mendera. Seakan ombak telah menyapu karang di pinggir pantai. Karang tidak lagi tegar berdiri dan mulai lemah terbawa sampai ke lepas pantai.

Mulai saat itulah gue benar-benar mengubur Ferry Setia jauh dalam memori gue. Menaruh semua kenangan dan dirinya di dalam kotak yang tergembok, lalu kuncinya gue serahkan kepada Untung Ferry. Ya, gue telah memutuskan untuk mulai mengenal dan memahami Untung Ferry tanpa ada embel-embel Ferry Setia lagi. Gue ga tau apa yang gue lakukan pada diri gue sendiri, yang gue tau hanya gue melakukan itu semua dalam sekejap mata. Dan untuk saat itu, gue tau bahwa akan orang yang benar-benar menjadi jaring di dalam jurang. Gue  ga akan lagi jatuh terlalu dalam lagi ke dalam jurang karena ada jaring yang menahan gue.





"Penyesalan adalah hal terbodoh yang sering terjadi dalam hidup. Satu-satunya cara agar penyesalan tidak lagi terjadi adalah dengan tidak lagi mengulangi kesalahan yang sama. Karena hidup terlalu konyol untuk dilalui dengan menjadi orang yang sangat bodoh," - EY

No comments:

Post a Comment